Saya sering bilang ke mahasiswa, apa yang membedakan orang kita dengan orang negara lain. Perbedaannya, orang kita suka makan. Orang tua kalian, saat mau tunangan, makan ndak? Saat nikahan, makan ndak? Saat ibumu hamil tujuh bulan, makan ndak? Saat lahiran, makan ndak? Saat aqiqahan, makan ndak? Saat ulang tahun, makan ndak? Belum lagi tradisi seperti maulidan, sya’banan, PHBI, lebaran, haji, arisan, open house, dll. Semuanya, makan bersama. Karena sering makan bersama, menjadikan orang Indonesia toleran, susah bermusuhan, suka gotong royong, moderat, suka membantu, murah senyum, dan ramah. Mana mau bermusuhan, wong selalu ketemu di acara makan bersama.
Tradisi makan bersama sangat banyak di masyarakat kita. Secara filosofis, tradisi yang telah berlangsung turun-temurun itu menjadikan orang kita suka kebersamaan. Apalagi kalau di kampung, misal acara nikahan tiga hari tiga malam, seluruh warga terlibat. Kalau ada yang tidak turut serta, ia bisa terkucil dengan sendirinya di masyarakat.
Ternyata, tradisi makan bersama menjadi “senjata” Jokowi, Presiden RI. Setiap kali ada persoalan panas, misalkan didemo warga, ia biasanya mengajak untuk makan bersama. Setelah makan, barulah ia mendengarkan keluhan warga. Jurus ini efektif meredam amarah warga. Tuntutan warga pun bisa diakomodir. Jurus lama ini, lama tak terdengar. Tiba-tiba dikeluarkan lagi, siang ini (30/10/2023) mengajak makan bersama tiga Bacapres, yakni Anies, Ganjar, dan Prabowo di istana. Jokowi makan bersama dengan ketiga calon pemimpin Indonesia itu. Terlihat riang, happy, dan penuh rasa kekeluargaan serta kebersamaan.
Apa makna dari makan bersama itu? Jokowi ingin menyejukkan suasana politik yang panas jelang Pilpres. Benar juga sih. Memang suhu politik semakin panas. Antarpendukung 24 jam saling hujat-menghujat, saling menjatuhkan, saling membongkar kelemahan dan dosa kandidatnya. Panasnya persaingan ini, tidak bisa diredam oleh ketiga Bacapres. Presiden mencoba untuk menyejukkannya dengan makan bersama itu. Banyak yang komen, “Sejuk melihatnya mereka makan bersama” “Semoga di bawah juga rukun. Bila perlu makan bersama juga.” Efek dari makan bersama itu sejauh ini efektif. Foto makan bersama itu viral. Foto juga diselipkan pesan agar rakyat selalu rukun. Beda pilihan boleh saja, tapi jangan sampai mengoyak rasa kebersamaan.
Tapi, ada juga menganalisis sebaliknya? Biasa, menggunakan diksi, “pengalihan isu” Jokowi ingin mengalihkan isu soal putusan MK. Sebab, putusan MK itulah jadi pemicu panasnya suhu politik saat ini. “Silakan makan bersama, tapi tidak mengalihkan sorotan publik terhadap putusan MK yang sedang digarap MKMK,” kata netizen.
Saya juga senang diajak makan bersama. Makan terasa enak bila dalam keadaan happy. Apalagi gulai asam pedas, wow bisa nambah dua piring. Makan bersama tak sekadar makan, melainkan bisa lebih mengakrabkan pertemanan dan mencairkan suasana yang beku. Perut kenyang, semua menjadi riang. Sebaliknya, bila perut selalu lapar, apapun bisa dilanggar. Yang mau ngundang saya makan, ditunggu undangannya.